Kamis, 31 Maret 2011

Catatan : Tulisan ini merupakan kutipan dari API RP 520 Sizing, Selection, and Installation of Pressure-relieving Devices in Refineries, Part II—Installation. Jika ada kesalahan dalam penerjemahan yang dapat menyebabkan misinterpretasi, mohon dikoreksi. Foto sekedar ilustrasi, belum tentu menunjukkan hal sebenarnya.

UMUM

Instalasi discharge piping mesti disediakan untuk kelayakan kinerja PRD dan drainase (sistem free-draining lebih dipillih). Perhatian perlu diberikan terhadap tipe sistem discharge yang digunakan, back pressure pada PRD, dan hubungan set pressure di dalam sistem.
Auto-refrigeration selama discharge dapat mendinginkan outlet PRD dan discharge piping ke kondisi brittle fracture. Desain piping, termasuk material, perlu mempertimbangkan discharge temperature.

BATASAN BACK PRESSURE DAN MEN-SIZE PIPA

Desain discharge piping mesti mempertimbangkan pengaruh dari superimposed dan built-up back pressure terhadap karakteristik operasi PRD. Discharge piping mesti didesain sedemikian rupa sehingga backpressure tidak melebihi nilai yang diperbolehkan.
Jika RD digunakan sebagai PRD tunggal dan discharge-nya ke sistem tertutup, pengaruh superimposed backpressure pada bursting pressure mesti diperhitungkan.
“Rated capacity” dari conventional, balanced, atau pop-action pilot operated PRV digunakan untuk men-size atmospheric vent piping atau discharge line dari PRV ke relief header. Common relief header piping dalam closed discharge system di-size menggunakan “required relieving capacity” dari sistem.
Untuk modulating pilot-operated PRV, discharge piping di-size dengan menggunakan “required relieving capacity” dari sistem yang diproteksi.
Untuk atmospheric vent, discharge piping, atau common relief header piping yang di-size dengan “required relieving capacity” (sistem) [menggantikan “rated capacity” (valve)], back pressure perlu dicek jika proses diubah yang dapat mempengaruhi “required relieving capacity” sistem yang diproteksi.

STRESS PADA DISCHARGE PIPING SELAMA RELEASE

Gaya reaksi dan stress yang timbul pada discharge piping umumnya tidak signifikan jika alirannya steady-state, karena perubahan tekanan dan kecepatan kecil, pada sistem tertutup. Walaupun demikian, gaya yang besar akan terjadi jika ada sudden expansion di dalam sistem atau alirannya tidak steady pada awal aktivasi PRD. Gaya reaksi yang besar juga terjadi di elbow untuk fluida 2 fasa dengan kondisi slug flow.
Desain flare header pada sistem tertutup mesti mengikuti ASME B31.3. Analisis dinamika yang cukup kompleks diperlukan untuk mendesain flare header. API 521 memberi petunjuk bagaimana mendesain flare header.

INSTALASI RD DI OUTLET PRV
RD bisa diinstal di outlet PRV untuk memproteksi PRV dari atmospheric atau downstream fluid. PRV harus didesain agar terbuka pada tekanan yang disetting, terlepas dari back pressure yang mungkin terakumulasi di antara PRV dan RD. Tinjau UG-127 di ASME Boiler and Pressure Vessel Code, Section VIII untuk kebutuhan lainnya.

Sumber: API Recommended Practice 520 Sizing, Selection, and Installation of Pressure-relieving Devices in Refineries, Part II—Installation, August 2003
Diposkan oleh M. Riva Rahman pada Selasa, Februari 09, 2010 0 komentar
PRD: INLET PIPING (2)
http://www.npl.illinois.edu/ftp/G0/sms/pictures/jlab-a20722-rupture-disc/dsc00009.jpg

Catatan : Tulisan ini merupakan kutipan dari API RP 520 Sizing, Selection, and Installation of Pressure-relieving Devices in Refineries, Part II—Installation. Jika ada kesalahan dalam penerjemahan yang dapat menyebabkan misinterpretasi, mohon dikoreksi. Foto sekedar ilustrasi, belum tentu menunjukkan hal sebenarnya.

INLET STRESS YANG TIMBUL DARI DISCHARGE REACTION FORCE

(Pemahaman pribadi: Hukum III Newton menyebutkan gaya aksi = gaya reaksi dengan arah berlawanan. Kedua gaya bekerja pada benda yang berbeda. Contoh: penembakan. Senapan memberi gaya aksi kepada peluru dengan mendorong peluru ke depan. Peluru memberi gaya reaksi dengan mendorong senapan ke belakang.)

Discharge (keluaran) PRD akan meng-impose gaya reaksi akibat flowing fluid. Gaya ini akan diteruskan ke PRD, mounting nozzle, dan supporting vessel shell yang berdekatan. Besarnya beban dan stress bergantung pada gaya reaksi dan konfigurasi sistem piping. Desainer mesti menganalisis sistem discharge untuk menentukan apakah gaya reaksi dan bending moment menyebabkan stress berlebih pada komponen sistem.
Besarnya gaya reaksi bergantung pada apakah instalasinya open atau closed discharge. Jika elbow diinstal di sistem discharge menuju vent pipe, lokasi elbow dan support-nya merupakan hal yang penting dalam menganalisis bending moment.

Penentuan Gaya Reaksi pada Open Discharge
Vapor Discharge
Persamaan berikut (metric unit) digunakan untuk compressible fluid (gas, vapor, dan steam) pada kondisi critical steady-state flow, dilepas ke atmosfer melalui elbow dan vertical discharge pipe. Gaya reaksi (F) meliputi pengaruh momentum dan static pressure.

F : gaya reaksi pada discharge point ke atmosfer (N)
W : flow (kg/s)
k = Cp/Cv pada kondisi outlet
T = temperatur (kelvin)
M = Mr
A = luas area discharge point (mm2)
P = static pressure di discharge point (barg)

Penentuan Gaya Reaksi pada Closed Discharge
PRD yang me-relief steady-state flow ke closed system biasanya tidak meneruskan gaya dan bending moment yang besar ke inlet system karena perubahan tekanan dan kecepatan di dalam closed system kecil.
Jika discharge piping memiliki sudden expansion, gaya reaksi di inlet piping akan signifikan dan perlu dihitung.

KOMBINASI RD DENGAN PRV

http://news.thomasnet.com/images/large/516/516078.jpg

RD dapat digunakan sebagai PRD tunggal, atau dikombinasikan dengan PRV (upstream maupun downstream).
Pada RD yang diinstal di antara vessel dan PRV, space antara RD dan PRV memiliki free vent, pressure gauge, trycock, atau indikator lainnya. Non-vented space dengan pressure gage tanpa alarm atau indication device lainnya tidak direkomendasikan sebagai indikator yang layak.
User perlu memperhatikan, bahwa RD tidak akan pecah jika back pressure terbentuk (build up) di non-vented space (di antara RD dan PRV), yang dapat menyebabkan kebocoran di RD akibat korosi atau sebab lainnya. Hanya non-fragmenting RD yang digunakan di bawah PRV.
Untuk lower pressure, mungkin tidak semua ukuran RD tersedia, sehingga ukuran RD bisa lebih besar daripada inlet piping dan PRV.

PROCESS LATERAL TERKONEKSI KE INLET PIPING

Gambar 1. Hindari mengoneksikan process lateral ke inlet piping PRV

Process lateral umumnya tidak boleh dikoneksikan ke inlet piping. Jikoa akan dikoneksikan, diperlukan analisis cermat untuk memastikan pressure drop di inlet PRV tidak berlebih pada kondisi simultan (rated flow melalui PRV dan maximum flow melalui process lateral).


Sumber: API Recommended Practice 520 Sizing, Selection, and Installation of Pressure-relieving Devices in Refineries, Part II—Installation, August 2003
KANDUNGAN CRUDE OIL
OILFIELD PROCESSING (CRUDE OIL)




Crude oil merupakan campuran yang kompleks, terdiri dari banyak senyawa kimia, sehingga lebih sering digambarkan dengan karakteristik keseluruhan atau rata-rata, misalnya densitas (oAPI), kurva distilasi (rentang titik didih), dan lainnya, dibandingkan dengan fraksi mol atau fraksi berat masing-masing komponennya.

Komponen crude oil bervariasi, sangat lebar. Mulai dari minyak berat (mendekati padatan) yang tenggelam dalam air hingga material yang penampilannya menyerupai minyak tanah atau bensin. Lebarnya rentang variasi ini menyebabkan proses pengolahannya pun lebih kompleks.

Crude oil dari kepala sumur umumnya mengandung air terproduksi. Crude oil merupakan emulsi, yaitu adanya tetesan air terproduksi yang terdispersi dalam fasa crude oil walaupun sudah melewati tahap oilfield processing. Air terproduksi menyebabkan kelebihan pressure drop pada pipa (gathering line) dan korosi pada peralatan proses yang terbuat dari baja karbon. Air terproduksi juga meningkatkan biaya pengaliran minyak akitbat meningkatnya pressure drop dan korosi. Air terproduksi mesti dipisahkan dari crude oil.

Komponen utama crude oil adalah hidrokarbon. Crude oil juga mengandung komponen-komponen lain, yaitu sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam. Selain itu crude oil mengandung partikel koloid, basic sediment and water (BS & W), dan padatan.

Kandungan crude oil sebagai berikut :

- Hidrokarbon : parafin (rantai lurus dan rantai bercabang), nafta (alkil siklopentana dan alkil sikloheksana), dan aromatik (alkil benzena, nafta fluor aromatik, dan polinuklir aromatik).

- Gas terlarut : nitrogen dan karbon dioksida

- Senyawa sulfur : hidrogen sulfida dan merkaptan

- Senyawa nitrogen organik

- Senyawa oksigen organik

- Senyawa logam organik

- Partikel koloid : aspal, resin, dan wax

- Air (BS & W) : tawar atau asin

- Padatan : pasir, kerak dari pipa, pengotor, dan hasil korosi

Hidrokarbon

Ada tiga kelompok hidrokarbon, yaitu parafin, nafta, dan aromatik. Hampir semua senyawa dalam crude oil terdiri dari tiga kelompok ini, baik sendiri maupun kombinasi.

Parafin berantai lurus (normal parafin) dari C1 hingga C33 ditemukan berada dalam crude oil. Wax merupakan alkana dengan jumlah atom C 16 hingga 20. Hidrokarbon berantai cabang ditemukan di dalam gas dan fraksi bensin (yaitu jumlah atom C 4 hingga 10).

Anggota utama nafta adalah siklopentana dan sikloheksana.

Hidrokarbon aromatik merupakan senyawa benzena dan turunannya. Senyawa aromatik memiliki nomor oktan tinggi, tetapi menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. Benzena merupakan senyawa karsinogen. Aromatik memiliki smoke point rendah.

Senyawa Sulfur

Senyawa sulfur terdapat di dalam crude oil, walaupun beberapa jenis crude oil kandungan senyawa sulfurnya rendah. Senyawa sulfur dalam crude oil terdiri dari H2S, merkaptan (alifatik dan aromatik), sulfida (alifatik dan siklik), disulfida (alifatik dan aromatik), polisulfida, thiopene dan homolog. Senyawa sulfur merupakan senyawa “beracun” bagi katalis proses pengilangan dan peralatan pengilangan. Senyawa sulfur teroksidasi menjadi sulfur dioksida, senyawa polutan di udara ambien. Crude oil dengan kandungan sulfur tinggi mahal untuk diproses. Masalah utama adalah mencapai batas sulfur pada produk pengilangan dan sesuai dengan peraturan di bidang lingkungan.

Crude oil disebut sour jika memiliki kandungan H2S dengan konsentrasi lebih dari 3.700 ppmv. H2S tergolong senyawa toksik. Senyawa sulfur volatil seperti H2S dan merkaptan yang memiliki Mr rendah disisihkan di oilfield processing.

Senyawa Nitrogen

Senyawa nitrogen terdapat dalam crude oil dalam konsentrasi yang relatif rendah, umumnya kurang dari 0,1 persen-berat sebagai N2. Senyawa nitrogen yang mungkin terdapat dalam crude oil adalah piridin, kuinolin, isokuinolin, akridin, pirol, indol, karbazol, dan porfirin. Senyawa nitrogen meracuni katalis pada proses pengilangan.

Senyawa Oksigen

Senyawa oksigen yang terdapat dalam crude oil dapat bersifat asam dan tidak asam. Senyawa oksigen yang bersifat asam adalah asam karboksilat (lurus dan bercabang), asam naftenat (monosiklik, bisiklik, dan polinuklir), asam aromatik (dasar, binuklir, dan polinuklir), fenol, dan kresol. Senyawa oksigen yang tidak bersifat asam adalah ester, amida, keton, benzofuran, dan dibenzofuran. Sebagian besar senyawa oksigen adalah asam organik yang dapat disisihkan dengan netralisasi.

Senyawa Logam

Ada dua kelompok senyawa logam yang terdapat dalam crude oil. Kelompok pertama adalah logam ringan dengan kandungan utama natrium, disusul kalsium dan magnesium. Kelompok kedua adalah logam yang lebih berat, yaitu vanadium, nikel, kobal, dan besi. Vanadium dan nikel meracuni katalis pada proses catalytic cracking, menyebabkan peningkatan pembentukan coke dan hidrogen.

Partikulat

Crude oil lebih tepat dipandang sebagai sistem koloid daripada larutan homogen. Partikel padatan yang tersuspensi adalah aspal dan resin. Aspal mengandung senyawa polisiklik yang tidak larut dalam pelarut parafin (seperti n-pentana), tetapi larut dalam pelarut aromatik. Normal parafin memflokulasi aspal dari crude oil. Sedangkan resin mengandung senyawa poliksiklik yang tidak larut dalam crude oil, tetapi larut dalam n-parafin; resin tidak terflokulasi.

Partikel aspal lebih besar daripada resin (10-35 nm), biasanya mengandung senyawa oksigen dan sulfur, garam organik dan anorganik, dan porfirin (juga logam). Partikel resin lebih kecil (<10>

Aspal dan resin menggumpal baik sendiri maupun bersama-sama menjadi partikel koloid (sekitar 1 µm). Aspal dan resin berpengaruh terhadap kestabilan emulsi di oilfield processing. Keduanya juga dapat menyebabkan foaming.

Wax

Wax merupakan n-parafin dengan C16 hingga C20. Titik lelehnya di atas suhu kamar. Wax murni merupakan padatan putih, tetapi dapat juga berupa pasta, bergantung pada komposisi atau keberadaan liquid oil. Endapan wax menyebabkan pressure drop berlebih pada pipa (flow line). Jika wax mengkristal pada flow line, pipa dapat tersumbat sehingga aliran fluida tidak lancar. Faktor yang dapat menyebabkan endapan wax antara lain rendahnya temperatur crude oil. Fenomena ini dapat diprediksi dengan tes pour-point (ANSI/ASTM D 97).


NORM

NORM merupakan singkatan dari naturally occuring radioactive materials. Uranium dan thorium terdapat pada batuan dan tanah di kulit bumi. Sumber utama NORM adalah U-238. Air bawah tanah dapat melarutkan garam radium (misalnya RaCl2) dan membawanya ke permukaan. “Induk” radium adalah U-238 dan Th-232 yang kelarutan dalam airnya rendah sehingga tertinggal di formasi.

Radium terpresipitasi dengan barium dan strontium sulfat membentuk kerak (scale). Kerak radioaktif dapat mengkontaminasi downhole tubing, peralatan proses di permukaan, dan peralatan transpor, termasuk sludge dari pigging. Peralatan yang juga terkontaminasi adalah sludge pit, filter, peralatan injeksi air terproduksi, dan lainnya.


Arsen dan Raksa

Arsen dan raksa merupakan dua unsur yang dapat menyebabkan masalah pada industri gas. Keduanya dapat menyebabkan korosi dan teracuninya katalis.

Sumber : Oilfield Processing, Volume Two : Crude Oil, Francis S. Manning and Richard E. Thompson, Pennwell Books, Oklahoma, 1995
pIPA : PRE-COMMISSIONING (1)

http://www.pipelineengineering.com/engineeredsolutions.php


Setelah instalasi, pipa menjalani tahap pengetesan dan commissioning. Bermacam prosedur perlu ditempuh untuk pengetesan dan commissioning. Setelah itu pipa siap dioperasikan untuk menyalurkan fluida. Ketika tekanan di dalam reservoir minyak/gas menurun seiring waktu, komposisi fluida (water cut dan rasio gas-liquid) berubah. Flow assurance menjadi esensial. Operasi pigging dilaksanakan untuk membersihkan pipa dan mengidentifikasi kerusakan pipa. Hal yang akan diuraikan di sini adalah pengetesan dan commissioning.


1. Pendahuluan

Sejak fabrikasi hingga startup, sistem perpipaan menjalani serangkaian tes. Beberapa di antaranya, seperti Factory Acceptance Test (FAT), dilakukan di darat (onshore) untuk komponen individu pipa. FAT terdiri dari inspeksi, pengetesan, dan pelaporan sistem mengacu pada gambar, spesifikasi, dan kebutuhan yang tercantum dalam kontrak. Beberapa tes, seperti hydrotest, dilakukan di laut (offshore) untuk sebagian atau seluruh sistem perpipaan. Hydrotest dilaksanakan untuk memeriksa kekuatan mekanik sistem perpipaan dan integritas koneksinya. Hydrotest merupakan salah satu dari aktivitas pre-commissioning. Pre-commissioning dilakukan setelah pipa terinstal dan semua tie-in lengkap untuk menilai integritas keseluruhan, menilai sistem siap untuk commissioning dan startup, mengkonfirmasi keselamatan personil dan lingkungan, dan mengkonfirmasi kontrol operasional sistem perpipaan.

Kenapa tes-tes tersebut penting untuk pipa bawah laut? Sistem perpipaan bawah laut terdiri dari perpipaan dan riser. Jumper digunakan untuk menyambung perpipaan dengan riser. Jumper merupakan bagian dari pipa yang rigid atau fleksibel. Jumper menghubungkan pipa dan riser menggunakan konektor dan PLET (Pipeline End Termination). PLET digunakan untuk men-support konektor pipa dan/atau valve. Di bawah laut, pipa dihubungkan ke manifold atau sumur dengan jumper.

Gambar skema sistem pipa bawah laut tipikal

Ketika pipa bawah laut selesai diinstal, termasuk beraneka ragam sambungan di sepanjang pipa, perlu dicek apakah ada kebocoran. Selain itu perlu dicek pula kekuatan mekanik pipa berdasarkan tekanan desain dan tingkat keselamatan. Selama pengangkutan dan instalasi, pipa mungkin mengalami kerusakan, dan kekuatan mekaniknya tereduksi. Jika sambungan-sambungan pipa tidak baik, kebocoran dapat terjadi pada tekanan tinggi. Masalah-masalah potensial tersebut perlu dideteksi agar tidak terjadi kecelakaan operasional yang dapat menimbulkan dampak pada keselamatan dan lingkungan.

Sebelum digunakan, pipa mesti dibersihkan. Selama fabrikasi dan instalasi, serpihan (debris) kemungkinan tertinggal di dalam pipa. Jika serpihan ini tidak disisihkan, ia dapat menyumbat dan merusak valve dan choke. Dimensi internal pipa dan integritas internal juga perlu dicek. Misalnya, tidak ada deformasi pipa yang terjadi selama instalasi. Jika terdapat deformasi, pig tidak akan bisa melewati bagian yang terdeformasi tersebut.

Pre-commissioning terdiri dari aktivitas-aktivitas berikut :

. Flooding

. Pembersihan dan gauging

. Hydrotest

. Tes kebocoran


2. Flooding, Pembersihan, dan Gauging

Setelah peletakan pipa, perlu diverifikasi apakah bagian dalam pipa bersih, bebas dari serpihan, dan dapat beroperasi pada tekanan desain. Caranya adalah melakukan flooding dengan fluida yang sudah diolah dan meluncurkan cleaning pig untuk membersihkan serpihan, diikuti gauging pig. Cleaning dan gauging dapat dilakukan oleh satu buah pig.

Tujuan utama operasi flooding, pembersihan, dan gauging adalah :

* mengisi pipa dengan pressure testing medium
* memverifikasi kebersihan pipa
* memverifikasi integritas pipa dengan gauging untuk memastikan tidak ada bagian yang bengkok atau rusak

Pipa mesti diisi dengan air bersih. Padatan tersuspensi yang ukurannya di atas spesifikasi (50–100 mikron), disisihkan dengan filter. Alat pengukur yang akurat digunakan untuk mengukur jumlah air yang diinjeksikan ke dalam pipa. Mengetahui jumlah air yang diinjeksi merupakan hal penting untuk mendeteksi kebocoran. Bahan kimia, seperti biocide, biasanya diinjeksi ke dalam air uji dengan konsentrasi tertentu. Jika air uji berada di pipa dalam waktu cukup lama, corrosion inhibitor ditambahkan ke dalam pipa untuk melindungi pipa dari korosi. Semua bahan kimia yang diinjeksikan mesti compatible dengan air sehingga tidak ada padatan yang terbentuk di dalam pipa.

Ketika filling pipa, serangkaian pig (pig train), dipisahkan oleh slug fluida, akan melewati pipa dengan kecepatan minimum, sekitar 3 – 6 mil per jam. Pig train terdiri dari cleaning pig dan gauging pig. Pilihan terbaik untuk cleaning pig adalah pigs with discs, conical cups, spring mounted brushes, dan bypass ports. Gauging pig digunakan untuk menentukan apakah terdapat reduksi / kerusakan yang tidak dapat diterima pada pipa. Gauging pig konvensional adalah pig tipe cup dengan aluminium gauging plate.

Gambar di bawah menampilkan tipikal flooding, pembersihan, dan gauging pig train.

Gambar pig train untuk flooding, pembersihan, dan gauging


Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005
PIPA : PENCEGAHAN KOROSI (1)


http://www.bss.com.cn/cpxx1.asp?type=coatings%20for%20pipeline


1. Pendahuluan

Pipa bawah laut biasanya didesain agar bisa beroperasi 10 hingga 40 tahun. Agar dapat bertahan selama itu, pipa perlu dilindungi dari korosi, baik internal maupun eksternal. Korosi internal berkaitan dengan fluida yang dialirkan di dalam pipa, dibahas di Flow Assurance.

External coating dapat mencegah korosi pada pipa. Walaupun begitu, tetap ada kemungkinan coating rusak pada saat shipping atau instalasi. Proteksi katodik dengan pengorbanan anoda digunakan untuk mencegah bagian yang rusak dari korosi.


2. External Pipe Coating

External coating berfungsi untuk melindungi pipa dari korosi. Single layer coating digunakan jika pipa selalu berada dalam kondisi statis, stabil, berada di tanah seperti tanah liat atau pasir. Lapisan (layer) tambahan diperlukan untuk tambahan proteksi, menjaga pipa agar stabil di dasar laut (dengan weight), atau memberi isolasi. Isolasi berfungsi untuk menjaga agar temperatur fluida di dalam pipa lebih tinggi daripada temperatur lingkungan. Multi-layer coating biasanya digunakan di lingkungan di mana external coating mudah tergerus, misalnya di tanah berbatu.

Sifat coating yang perlu dipertimbangkan untuk pipa bawah laut adalah :

* resistensi terhadap absorpsi air laut
* resistensi terhadap bahan kimia di air laut
* resistensi terhadap cathodic disbondment
* fleksibilitas
* resistensi terhadap benturan dan abrasi
* resistensi terhadap cuaca
* kompatibilitas dengan proteksi katodik

Single-layer coating kemungkinan tidak bisa menyediakan semua sifat yang diperlukan pipa pada berbagai kondisi operasi. Oleh karena itu diperlukan multi-layer coating. Agar coating menempel pada pipa, proses manufaktur surface finish perlu mendapat perhatian. Jika proses surface finish tidak baik, coating tidak akan menempel dengan semestinya pada pipa.


Single-Layer Coating

Single-layer coating yang sering dipilih untuk perpipaan bawah laut adalah Fusion Bonded Epoxy (FBE), khususnya di Amerika dan Inggris. Tabel di bawah menyajikan sifat FBE. Sebagian besar pipa penyaluran minyak dan gas menggunakan FBE karena biayanya murah. FBE dapat dipadukan dengan concrete weight coating.

Tipe coating


Temperatur maksimum (oC)


Ketebalan rata-rata coating (mil)

Fusion Bonded Epoxy


90


14 hingga 18


Coating lain yang dapat digunakan bersama dengan concrete coating adalah coal tar enamel dan coal tar epoxy. Keduanya merupakan bituminous coating yang diperkuat dengan fiberglass. Walaupun demikian, sebagian besar bituminous coating biasanya tidak digunakan terkait dengan peraturan lingkungan dan penurunan efisiensi (sagging, cracking, permeasi, and deteriorasi kimia).


Multi-layer Coating

Tabel di bawah menyajikan multi-layer coating untuk perpipaan bawah laut.

Tipe coating


Temperatur maksimum (oC)

Dual-layer FBE, Duval


90

3-layer polyethylene (PE)


110

3-layer polypropylene (PP)


140

Polychloropene


90


Dual-Layer FBE. Dual-layer FBE coating digunakan jika proteksi tambahan diperlukan untuk layer luar, seperti temperatur tinggi, resistensi terhadap abrasi, dan lain-lain. Untuk pipa bawah laut, temperatur fluida di dalam pipa menurun mendekati ambien setelah menempuh jarak beberapa km. Kebutuhan coating dibatasi untuk SCR (steel catenary riser) pada area touchdown di mana abrasi tinggi dan coating tambahan dengan resistensi tinggi terhadap abrasi diperlukan. Sistem Duval terdiri dari FBE base coat (20 mil) yang berikatan dengan polypropylene coating (20 mil). Polypropylene layer memberikan proteksi mekanik.

Three-Layer. 3-layer polypropylene (PP) coating terdiri dari epoxy atau FBE, thermoplastic adhesive coating, dan polypropylene top coat. Polyethylene (PE) dan polypropylene (PP) coating merupakan extruded coating. Coating ini digunakan untuk proteksi tambahan mengatasi korosi, biasanya digunakan untuk sistem dinamis, seperti SCR (steel catenary riser), dan lokasi di mana temperatur fluida di dalam pipa cukup tinggi. Di Eropa, PE dan PP coating banyak digunakan karena memiliki dielectric strength, water tightness, thickness yang baik, serta kebutuhan arus untuk proteksi katodik yang rendah.

Concrete Weight Coating. Concrete weight coating digunakan jika kestabilan perpipaan di dasar laut menjadi isu utama. Densitas concrete yang umum digunakan adalah 140 lbs/ft3 dan 190 lbs/ft3. Densitas yang lebih besar diperoleh dengan menambahkan bijih besi ke dalam concrete mix. Pada saat ini bijih besi sudah ditambahkan ke dalam concrete menghasilkan densitas 275 hingga 300 lbs/ft3.


3. Organisasi yang Berkaitan dengan Pipe Coating


Organisasi di Amerika :

. American Society of Testing Methods (ASTM)

. Steel Structures Painting Council (SSPC)

. National Association of Corrosion Engineers (NACE)

. National Bureau of Standards (NBS)

. International Organization for Standardization (ISO)


Di Eropa :

. Det Norske Veritas (DnV)

. Deutsches Institut fur Nurmung (DIN)

. British Standards (BS)

. International Organization for Standardization (ISO)


Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005
korosi pada pabrik gula dan penanganannya
PROSES PRODUKSI GULA

Proses produksi di pabrik gula secara garis besar dibagi menjadi empat tahapan proses, yaitu :
Tahap 1 – Ekstraksi tebu menjadi nira mentah (Gilingan)
Tahap 2 – Nira mentah menjadi Nira Encer (Pemurnian)
Tahap 3 – Nira Encer menjadi Nira Kental (Penguapan)
Tahap 4 – Nira Kental menjadi Gula Kristal (Kristalisasi dan Pemisahan)

Bagan 1. Proses Produksi Gula
1. Penggilingan
Penggilingan gula dilakukan di stasiun gilingan. Proses penggilingan bertujuan untuk mengekstrak kandungan gula yang ada pada tebu, proses ini berperan sangat penting, karena di stasiun gilingan itulah kadar gula yang berada di dalam batang tebu harus dikeluarkan atau dilarutkan secara maksimal untuk mendapatkan gula sebanyak-banyaknya dan supaya kehilangan kristal gula seminimal mungkin. Kerusakan sukrosa akibat terjadinya inversi banyak terjadi pada nira gilingan atau pada nira dengan brix rendah sehingga akan menimbulkan penurunan rendemen dan menaikkan kandungan non sukrosa yang akan menimbulkan gangguan proses dan kapasitas pabrik.
Tahapan kegiatan proses yang ada dalam stasiun gilingan meliputi:
a. Pembongkaran tebu
Pekerjaan pembongkaran tebu dilakukan dengan alat yang ada (Cane Unloading Crane) untuk memindahkan tebu dari truk/lori ke meja tebu atau krepyak tebu, kemudian di proses di alat kerja pendahuluan sebelum diperah niranya.
b. Pekerjaan pendahuluan (cane preparation)
Tujuan utama dari pekerjaan pendahuluan adalah membantu meningkatkan pemerahan nira (ekstraksi) dengan cara merusak struktur tebu sehingga sel-sel penyimpan gula dalam tebu terbuka, yang dilakukan secara mekanis. Tebu yang semula berbentuk lonjoran akan terpotong-potong dan tersayat kecil-kecil seperti sabut.
c. Pemerahan nira (ekstraksi)
Pemeran nira dilakukan dengan menggunakan alat gilingan untuk memerah sebanyak-banyaknya nira dari sabut tebu dan menekan sekecil-kecilnya gula yang terikut dalam ampas.

2. Pemurnian
Tebu yang diekstrak akan menghasilkan nira mentah. Proses selanjutnya adalah pemurnian nira. Dalam nira mentah mengandung sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa), atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an organik, zat warna, lilin, asam-asam kieselgur yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Nira mentah ini akan dimurnikan melalui berbagai tahapan proses.
Nira yang masih mentah dilakukan proses pemurnian untuk menghilangkan atau mengurangi bukan gula dari nira mentah seoptimal mungkin. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap.
Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :
a.Defekasi
b.Sulfitasi
c. Karbonatasi
Pada saat ini sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam memurnikan nira. Pada proses sulfitasi nira mentah terlebih dahulu dipanaskan melalui heat exchanger sehingga suhunya naik menjadi 700 C. Setelah itu nira tersebut dialirkan kedalam defekator dicampur dengan susu kapur. Fungsi dari susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan sehingga dapat mengadsorp bahan bukan gula yang terdapat dalam nira dan terbentuk endapan yang lebih besar. Pada proses defekasi ini dilakukan secara bertahap ( 3 kali ) sehingga diperoleh pH akhir sekitar 9 – 10.
Reaksi yang terjadi antara susu kapur dengan phospat yang ada dalam nira :
CaCO3 —-> CaO + CO2
CaO + H2O —-> Ca(OH)2 + 15.9 Kcal
Ca(OH)2 —-> Ca2+ + 2 OH
3Ca2+ + 2PO43- —-> Ca3(PO4)2
Setelah itu nira akan dialirkan kedalam sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO2. Reaksi antara nira dan gas SO2 akan membentuk endapan CaSO3, yang berfungsi untuk memperkuat endapan yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah. pH akhir dari rekasi ini adalah 7.

3. Penguapan
Hasil dari proses pemurnian adalah nira encer. Nira encer ini mempunyai brix sekitar 12 – 13 %. Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira encer ini adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya.
Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum. Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap. Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri. Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah evaporator.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu ( > 125 C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 70 C. Nira yang keluar dari evaporator badan akhir diharapkan mencapai brix 60 - 65 %. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah nira pekat.

4 Kristalisasi dan Pemisahan
Proses selanjutnya adalah kristalisasi dan pemisahan. Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi dalam pan masak (crystallizer) nira pekat terlebih dahulu dialiri gas SO2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira). Dalam proses kristalisasi gula dikenal sistem masak ACD, ABCD, ataupun ABC.
Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini kondisi kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung pendingin untuk proses Na – kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi.
Proses setelah pendinginan adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran. Pada alat puteran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula tertinggal dalam puteran.


POTENSI KOROSI DI PABRIK GULA


Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap serangan korosi. Terlebih lagi nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan.
Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap serangan korosi. Terlebih lagi Nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan.

1. Ketel (Boiler)
Boiler atau ketel merupakan jantung dari pabrik gula. Fungsi dari ketel adalah untuk menyediakan uap yang digunakan untuk proses, yaitu di gilingan, pemanasan nira, penguapan nira, pemasakan nira kental, dan pemutaran. Ketel terdiri pipa-pipa dimana lingkungannya terus menerus kontak dengan air dan uap. Dengan adanya kontak tersebut besar kemungkinan terjadinya erosi pada permukaan pipa, selain itu adanya kontak dengan air yang mampu berperan sebagai larutan elektrolit dapat menyebabkan korosi apalagi didukung dengan adanya uap maka korosi sangat rentan terjadi.

2. Stasiun Gilingan
Pada proses ini tebu digiling menggunakan rol. Potensi terjadinya korosi di rol gilingan cukup besar. Hal itu disebabkan karena gesekan antara ampas dengan rol gilingan. Dengan banyaknya gesekan yang terjadi maka rol akan menjadi mudah terkikis, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya korosi. Selain itu karakteristik dari nira yang dihasilkan bersifat asam, sehingga menjadi media yang baik untuk terjadinya korosi.

3. Unit Pemurnian
Proses pemurnian nira menggunakan proses sulfitasi. Proses ini akan menghasilkan gas SO2 dengan begitu akan menyebabkan terjadinya korosi. Korosi biasanya diisebabkan oleh kebanyakan senyawa belerang terutama terjadi pada suhu di atas 100 C. Korosi ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada alat-alat pengolahan, terutama pada alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi. Pada suhu rendah senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hydrogen sulfide dan beberapa senyawa sulfide, disulfide, dan merkaptan yang memiliki titik didih rendah, seperti hydrogen sulfide dalam udara lembab akan mengubah besi menjadi besi sulfide yang rapuh.

Gambar 1. Unit Proses Pemurnian

4. Unit Penguapan
Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan evaporator. Pada evaporator permasalahan korosi menelan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan unit lain. Pada proses penguapan nira akan diuapkan airnya dari % brix menjadi % brix. Pada proses penguapan ini permasalahan yang sering terjadi adalah timbulnya kerak di dinding pipa evaporator (baik disisi nira maupun di sisi uap). Korosi dan erosi menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi oleh evaporator karena tingginya laju dari zat cair dan uap yang ada dalam evaporator. Selain itu kemungkinan terjadinya entrainment di evaporator juga bisa menyebabkan terjadinya korosi.

5. Perpipaan
Pada industri gula perpipaan yang digunakan sebagian besar pipa tertutup, yaitu untuk mengalirkan nira, strop, air, uap, masakan. Pada sistem perpipaan rentan terjadi korosi karena laju dari fluida yang besar dapat menyebabkan erosi pada pipa.


PENGENDALIAN KOROSI DI PABRIK GULA


1. Pengendalian pada Boiler
Air adalah unsur penting dalam pembangkitan uap. Kondisi air yang baik dapat meningkatkan efisiensi dan juga memperpanjang usia boiler. Secara umum permasalahan pada perawatan air pada boiler ada dua macam yaitu berhubungan dengan endapan dan korosi. Karena keduanya saling berinteraksi dan keadaan ini biasa terjadi pada boiler. Endapan dapat menyebabkan korosi dan korosi dapat menyebabkan adanya endapan
Korosi pada sistem kondensor dan boiler atau jalur kondensat diakibatkan oleh reaksi antara permukaan dalam pipa dan tube dengan air boiler atau air kondensat yang terkontaminasi ion tembaga (Cu2+), yang berasal dari produk korosi alat-alat penukar panas. Untuk mengendalikan korosi tersebut ditambahkan sodium phosphate dalam bentuk TSP dan DSP sebagai inhibitor korosi. Laju korosi baja dalam air kondensat tiruan meningkat dengan kehadiran kontaminan CuCl2. Kombinasi DSP-TSP efektif sebagai inhibitor korosi baja dalam air kondensat terkontaminasi CuCl2. Reaksi korosi baja dalam air kondensat tiruan terkontaminasi CuCl2 dengan penambahan inhibitor adalah oksidasi logam Fe menjadi Fe2+ yang irreversibel.

2. Pengendalian pada Stasiun Gilingan
Proses penggilingan tebu menggunakan rol yang terbuat dari bahan Stainless Steel atau Carbon Steel. Stainless steel dibuat dengan paduan besi dengan kandungan Cr lebih dari 10,5 %. Penggunaan stainless steel pada penggilingan tebu tidak memerlukan stainless steel tipe austenitik, yakni stainless steel dengan tambahan nikel karena pada prosses ini bahan yang digiling bukanlah bahan yang terlalu korosif, seperti adanya ion-ion klorida.

3. Pengendalian pada Unit Pemurnian
Senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hydrogen sulfide dan beberapa senyawa sulfide, disulfide, dan merkaptan yang memiliki titik didih rendah, seperti hydrogen sulfide. Karena pada proses ini menghasilkan SO2 maka penting untuk melakukan pemilihan bahan kontruksi untuk unit pemurnian. Selain adanya gas SO2 pada proses ini terjadi perubahan pH 7-10 dan suhu sekitar 70 C maka perlu digunakan bahan yang tahan terhadap gas SO2, perubahan pH pada range basa, dan suhu tinggi. Pengendalian korosi pada unit pemurnian ini digunakan bahan yang terbuat dari stailess steel tipe dupleks yaitu besi dengan paduan Cr dan Mo yang ditambahkan dengan Ni.

4. Pengendalian pada Evaporator
Masalah kerak terjadi karena kristalisasi dari mineral yang terbawa
larutan. Kerak yang timbul pada evaporator dapat dipecahkan dengan metode MFC (Magnetic Flow Cleaner) yaitu metode dengan melakukan distorsi dan pemecahan Partikel - partikel mineral dalam larutan menjadi debu - debu yang disebabkan oleh pengaruh medan magnet kuat sehingga tidak akan terjadi kristalisasi.
Solusi terjadinya korosi yang disebabkan oleh entrainment di evaporator dilakukan berbagai upaya untuk mencegah entraintment diantaranya dengan penggunaan mist eliminator. Temperature merupakan permasalahan utama dalam evaporator karena pada system ini terjadi proses pemanaan dengan temperatur mencapai lebih dari 125 C sehingga digunakan paduan logam tembaga. Selain tahan terhadap korosi paduan tembaga bersifat menghantarkan panas sehingga akan mendukung dalam proses penguapan.

5. Pengendalian pada Pipa
Kasus korosi pada pipa banyak yang disebabakan oleh kasus gesekan oleh aliran fluida maka pencegahan korosi yang pertama adalah dengan memilih rancang bangun. Rancang bangun seminimal mungkin untuk terdapat belokan karena pada pipa yang berbelok, jika aliran fluida cukup tinggi akan menyebabkan hantaman berlebih pada belokan sehingga belokan akan cepat terkorosi. Pada daerah yang mudah terkorosi maka intensitas penggantian lebih besar dimana biaya untuk pipa berbelok lebih mahal sehingga sangat tidak efisien terhadap nilai ekonomis. Jika diperlukan pipa berbelok karena terbatasnya area bangun maka dipilih pipa yang digunakan untuk mengalirkan bahan yang tidak terlalu korosif dan dengan laju yang relatif kecil. Selain itu sebisa mungkin belokan pipa dibuat tidak begitu tajam.

Rabu, 30 Maret 2011

Jenis Jenis dan Macam Macam Pipa

Pipa

Dari sekian jenis pembuatan pipa secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Jenis pipa tanpa sambungan (pembuatan pipa tanpa sambungan pengelasan)
2. Jenis pipa dengan sambungan (pembuatan pipa dengan pengelasan)

Bahan-bahan pipa secara umum :

Bahan-bahan pipa yg dimaksud disini adalah struktur bahan baru pipa tersebut yg dapat dibagi secara umum sebagai berikut:
1. Carbon steel
2. Carbon Moly
3. Galvanees
4. Ferro Nikel
5. Stainless Steel
6. PVC (Paralon)
7. Chrom Moly

Sedang bahan-bahan pipa secara khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Vibre Glass
2. Aluminium (Aluminium)
3. Wrought Iron (besi tanpa tempa)
4. Cooper (Tembaga)
5. Red Brass (kuningan merah)
6. Nickel cooper = Monel ( timah tembaga)
7. Nickel chrom iron = inconel (besi timah chrom)

Komponen perpipaan :
Komponen perpipaan harus dibuat berdasarkan spesifikasi standar yg terdaftar dalam simbol dan kode yg telah dibuat atau dipilih sebelumnya.
Komponen perpipaan yg dimaksud disini meliputi :
1. Pipes (pipa-pipa)
2. Flanges ( flens-flens)
3. Fittings (sambungan)
4. Valves (katup-katup)
5. Boltings (baut-baut)
6. gasket
7. Specials items

Pemilihan bahan :

Pemilihan bahan perpipaan haruslah disesuaikan dengan pembuatan teknik perpipaan dan hal ini dapat dilihat pada ASTM serta ANSI dalam pembagian sebagai berikut

1. Perpipaan untuk pembangkit tenaga
2. Perpipaan untuk industri bahan migas
3. Perpipaan untuk penyulingan minyak mentah
4. Perpipaan untuk pengangkutan minyak
5. Perpipaan untuk proses pendinginan
6. Perpipaan untuk tenaga nuklir
7. Perpipaan untuk distribusi dan transmisi gas

Selain dari penggunaan instalasi atau konstruksi seperti diterangkan diatas perlu pula diketahui Jenis aliran temperatur, sifat korosi, Faktor gaya serta kebutuhan lainnya dari aliran serta pipanya.

Macam Sambungan Perpipaan :

Sambungan perpipaan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sambungan dengan menggunakan pengelasan
2. Sambungan dengan menggunakan ulir

Selain sambungan seperti diatas terdapat pula penyambungan khusus dengan menggunakan pengeleman (perekatan) serta pengkleman (untuk pipa plsatik dan pipa vibre glass).
Pada pengilangan umumnya pipa bertekanan rendah dan pipa dibawah 2″ sajalah yg menggunakan sambungan ulir.

Tipe sambungan cabang:

Tipe sambungan cabang (branch connection)dapat dikelompokkan sbb:
1. Sambungan langsung (stub in)
2. Sambungan dengan menggunakan fittings (alat penyambung)
3. Sambungan dengan menggunakan flanges (flens-flens)

Tipe sambungan cabang dapat pula ditentukan pada spesifikasi yg telah dibuat sebelum mendesain atau dapat pula dihitung berdasarkan perhitungan kekuatan, kebutuhan, dengan tidak melupakan faktor efektifitasnya. Sambungan cabang itu sendiri merupakan sambungan antara pipa dengan pipa, misal sambungan antara header dengan cabang yg lain apakah memerlukan alat bantu penyambung lainnya atau dapat dihubungkan secara langsung, hal ini tergantung kebutuhan serta perhitungan kekuatan.

Diameter, Ketebalan, Schedule :

Spesifikasi umum dapat dilihat pada ASTM (American Society of Testing Materials).Dimana disitu diterangkan mengenai Diameter, Ketebalan serta schedule pipa. Diameter Luar (Outside Diameter), ditetapkan sama walaupun ketebalan (thickness)berbeda untuk tiap schedule. Diameter dalam (Inside Diameter), ditetapkan berbeda untuk setiap schedule. Diameter Nominal adalah diameter pipa yg dipilih untuk pemasangan ataupun perdagangan (commodity). Ketebalan dan schedule, sangatlah berhubungan, hal ini karena ketebalan pipa tergantung daripada schedule pipa itu sendiri.

Schedule pipa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Schedule 5, 10 , 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160.
2. Schedule standard
3. Schedule Extra strong (XS)
4. Schedule double Extra Strong (XXS)
5. Schedule special

Perbedaan-perbedaan schedule ini dibuat guna :
1. Menahan internal pressure dari aliran
2. Kekuatan dari material itu sendiri (Strength of material)
3. Mengatasi karat
4. Mengatasi kegetasan pipa.
Untuk melihat ukuran diameter, ketebalan, dan schedule dapat dipelajari tabel-tabel

Alat-alat khusus:
Alat-alat khusus dalam bab ini hanya membicarakan mengenai saringan (strainer) dan alat perangkap uap (steam Trap)

Saringan (strainer)

saringan (strainer) gunanya adalah sebagai alat penyaring kotoran baik yg berupa padat, cair atau gas. Alat penyaring ini digunakan pada jalur pipa guna menyaring kotoran pada aliran sehingga aliaran yg akan diproses atau hasil proses lebih baik mutunya.

Tipe-tipe alat penyaring ini dapat dibagi menjadi :
1. Tipe T. Tipe ini digunakan secara umum untuk memperluas ruang dan meredusir tekanan pada jalur pipa
2. Tipe Y
3. Tipe sementara
4. Tipe datar

Perangkap Uap (steam Trap):
Steam Trap merupakan alat yg digunakan untuk menyingkirkan air dari uap, dimana air ini tidak ada gunaya bahkan akan memberikan hambatan pada aliran uap atau dapat menimbulkan kerugian lainnya. Perangkap uap ini ditempatkan pada tempat terendah dari suatu jalur perpipaan atau dipasang pada kantung pipa yg disebut Drip Leg

Cara Kerja:
1. Steam Trap pada daerah jalur pipa yg terendah dimana disitu dianggap air mungkin telah menggantungkan pada kantung pipa (Drip Leg)
2. Steam trap ini akan mengosongkan air ke sistem uap yg mempunyai tekanan lebih rendah
3. Sistem perangkap yg tertutup didalam pengosongan air menggunakan katup-katup pada sisi perangkap tersebut.
4. Gunakan saringan seandainya sistem perangkap ini belum menggunakannya. Pasang katup uji untuk pembuangannya selama pengetesan aliran (start up).

VENT dan DRAIN

Vent adalah suatu alat pembuangan gas, udara atau uap air. sedangkan drain adalah suatu alat pembuangan zat cair. Pada sistem pembuangan yg terdapat pada pipa atau equipment, Vent dan Drain dalam cara kerjanya dapat dibagi dua bagian yaitu : bekerja dan tidak bekerja.

Untuk Vent dan Drain yg dikelompokkan bekerja, dimaksudkan bahwa peralatan ini digunakan pada pipa atau equipment dalam keadaan bekerja dalam jangka waktu lama atau terus menerus. Vent dan Drain dikelompokkan tidak bekerja hanya digunakan pada waktu tertentu saja, misalnya pada saat pengetesan, start up atau shut down. Untuk Vent dan Drain pemasangannya haruslah disetujui piping engineering group terlebih dahulu, baik mengenai pemakaiannya maupun penempatannya. Selain itu harus pula diperhatikan pemasangan sumbat pada katupnya seperti plug atau blind flange.

Untuk hal yg khusus yaitu aliran yg mempunyai tingkat bahaya tinggi, penempatannya dan penggunaannya harus benar-benar diperhitungkan serta dikontrol pelaksanaannya.

Cara Penempatan Lokasi Vent dan Drain

Penempatan vent dan drain haruslah benar-benar diperhitungkan sehingga penggunaannya benar-benar efektif serta aman. Jangan sampai pemasangan vent dan drain ini terbalik, akan hal ini akan berakibat fatal, misalnya untuk aliran beracun atau mudah terbakar.

Penempatan vent pada pipa atau equipment diusahakan pada tempat yg paling tinggi karena fungsinya sebagai pembuangan ke udara. Begitu pula pada penempatan drain haruslah pada tempat yg rendah sesuai fungsinya sebagai pembuangan cairan atau pembersihan cairan serta pembuangan kotoran pada jalur pipa atau equipment.

Jenis-Jenis, komponen dan perlengkapan

Jenis-jenis pipa, hose dan cubing pada dasarnya terdiri dari :
1. Spiral welding pipe (pipa las spiral)
2. SMLS pipe (pipa tanpa sambungan)
3. Welded Pipe
4. SAW pipe
5. FBW pipe
6. C & W pipe
7. EFW pipe
8. ERW pipe
9. Lined Pipe
10. Hose
11. Tubing (cubing)
12. Pipe Niple (pipa nipel)
Jenis-jenis flens (flanges) terdiri dari :
1. Blind flange (flens buta)
2. Weld neck flange (flens las di leher)
3. Weld neck orifice flange (flens orifis las di leher)
4. Slip on flange (flange sambungan langsung)
5. So. red flange (flens memperkecil sambungan sock)
6. SW red flange ( flens memperkecil sambungan sock di las)
7. Socket weld flange (flens sambungan sock di las)
8. Threaded flange (flens sambungan ulir)
9. Stub flange ( flens tonggak)
10. ST red flange (flens memperkecil ST)
11. LPA joint flange (flens sambungan LPA)
12. Socket type flange( flange tipe sock)
13. Weld neck red flange (flens memperkecil las dileher)

Jenis-jenis katup :

1. Gate Valve (katup pintu)= Fungsi untuk membuka & menutup sepenuhnya
2. Ball valve (katup bola)= Fungsi untuk membuka & menutup dan mangatur aliran
fluida secara lebih cepat
3. Globe valve (katup dunia) = Fungsi untuk mengatur besar kecilnya aliran & tekanan
4. Check Valve (katup cek)= Fungsi untuk mencegah aliran ke satu arah saja
5. Butterfly valve (katup kupu-kupu)= Fungsi untuk membuka & menutup aliran lebih cepat
6. Diaphragma valve (katup diaphragma)= Fungsi untuk membuka & menutup dengan diaphragma
7. Knife gate valve (katup pintu pisau)
8. Needle valve (katup jarum)
9. Plug valve (katup sumbat)
10. Wafer check valve (katup cek wafer)

Jenis-jenis alat penyambung :
pada dasarnya alat penyambung ini dikelompokkan dalam dua bagian :
A. Jenis sambungan dengan pengelasan :

1. 45 derajat elbow
2. 90 derajat elbow
3. 180 derajat elbow
4. Concentric reducer (pemerkecil sepusat)
5. Eccentric reducer ( pemerkecil tak sepusat)
6. Tee
7. Cross (silang)
8. Cap (tutup)
9. Red Tee (pemerkecil tee)
10. Swage concentric BSE (sweg sepusat ujung bevel)
11. Swage eccentric (sweg tak sepusat ujung bevel)

B. Jenis sambungan dengan ulir

1. Bushing (paking)
2. Cap (tutup)
3. Coupling
4. Red coupling (kopling pemerkecil)
5. 45 derajat elbow
6. 95 derajat elbow
7. 45 derajat lateral
8. Reducer (pemerkecil)
9. Tee
10. Red Tee
11. Cross (silang)
12. Plug (sumbat)
13. Union
14. Swage concentric (sweg sepusat)
15. Swage eccentric (sweg tak sepusat)

Jenis alat sambungan cubing

1. Male adapter (jantan)
2. Female adapter(betina)
3. Cap (tutup)
4. Male connection
5. Female connection
6. Plug (sumbat)
7. Male bulkhead (jantan kepala banyak)
8. Female bulkhead (betina kepala banyak)
9. 90 derajat union elbow (siku union 90 derajat)
10. Male 90 derajat elbow
11. Female 90 derajat elbow
12. Reducer (pemerkecil)
13. Insert (penyisip)
14. Union(union)
15. Union Tee
16. Red union (union pemerkecil)
17. Union cross

Jenis-jenis alat sambungan cabang berupa olet :

1. Elbowlet (letakan siku)
2. Latrolet (olet lateral)
3. Sweepolet (olet corong)
4. Sockolet (olet sock)
5. Threadolet (olet ulir)
6. weldolet (olet las)

Jenis-jenis perlengkapan khusus :
1. Spectacle blind (kacamata buta satu)
2. Blind and spacer (buta dan penjarak)
3. Line blind (buta jalur)
4. Spacer (penjarak)
5. Expantion joint
6. Hose connection
7. Swivel joint (sambungan swivel)
8. Steam Trap (perangkap uap)
9. Strainer (saringan)
10. Safety shower (pancuran pengaman)
11. Inline mixer (pengaduk dalam)
12. Exhaust head (kepala pembuangan)
13. Instruments

Jenis gasket

1. Ring gasket
2. Oval ring gasket
3. Full face gasket
4. Flat ring gasket
5. Spiral gasket

Jenis bolt

1. Machine bolt (baut mesin)
2. Stud bolt (baut paku)
3. Cap screw (ulir penutup)

SISTEM PERPIPAAN DAN DETAIL

Pada dasarnya sistem pipa dan detail untuk setiap industri atau pengilangan tidaklah jauh berbeda, perbedaan-perbedaan mungkin terjadi hanya pada kondisi khusus atau batasan tertentu yg diminta pada setiap proyek.

Pabrikasi pipa dapat dilakukan pada bengkel-bengkel di lapangan atau pada suatu pembuatan pipa khusus di suatu tempat lalu dikirim kelapangan, baik melalui transportasi laut atau darat, sehingga dilapangan hanya merupakan penyambungan saja. Hal ini menguntungkan dari segi waktu, ongkos kerja dan pekerjaan dilapangan. Pemilihan keputusan untuk pabrikasi pipa di suatu bengkel dilapangan atau di suatu tempat di luar lapangan bahkan dinegara lain, memerlukan perhitungan teknis dan ekonomis secara cermat.

Pemasangan pekerjaan perpipaan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian sbb:
1. Pipa diatas tanah
2. Pipa dibawah tanah
3. Pipa dibawah air ( didalam air)
Pemasangan sistem perpipaan diketiga tempat ini baik pipa proses ,pipa utiliti mempunyai permasalahan masing-masing dan dalam buku ini hanya akan disinggung butir satu dua.

PEMASANGAN PIPA DI ATAS TANAH

Pemasangan ini dapat dilakukan pada rak pipa (pipe Rack), diatas penyangga penyangga pipa, atau diatas dudukan pipa (sleeper). Pada pemasangan pipa diatas tanah ini dapat pula dimasukkan pipa peralatan (equipment) yaitu yg meliputi pipa kolom dan vesel, pipa exchanger, pipa pompa dan turbin, pipa kompressor dan pipa utilitas. berikut akan dijelaskan sebagai berikut :

Pipa Kolom dan Vesel

Pipa yg akan dipasang pada kolom dan vesel harus ditempatkan secara radial disekitar kolom di bagian jalur pipa, jalan orang, platform dibagian access. Untuk pipa 18″ keatas bisa langsung dilas ke vesel, kecuali pertimbangan pemeliharaan dan akan digunakan sambungan flange. Sambungan dalam skirt tidak boleh ditempatkan katup atau flange. Penggunaan vent atmosferis berkatup dan bertudung harus disediakan pada tempat lokasi titik tertinggi dari vessel atau jalur pipa diatasnya, sedangkan drain dipasang pada tempat lokasi terendah yg akan ditentukan oleh P&ID.

Katup pelepas tekanan yg membuang kedalam sistem blowdown tertutup harus ditinggikan guna memungkinkan bagian pengeluaran pengaliran sendiri ke dalam sistem blowdown. Katup pelepas tekanan yg membuang uap ke udara bebas harus dilengkapi dengan pipa paling sedikit tiga meter diatas setiap platform dalam radius 7.5 meter, juga disediakan lubang pembuangan yg besarnya 6 mm(1/4″) dibawah pipa guna mencegah akumulasi cairan.

Pipa Exchanger

Pemasangan pipa pada exhcanger tidak boleh dipasang diatas daerah-daerah kanal, tutup shell dan fasilitas fasilitas lain yg telah terpasang pada exchanger atau handling yg suka digunakan. Ruang-ruang bebas untuk pemasangan flange exchanger harus disediakan. Spool dipasang diluar nozzle kapal guna memungkinkan pemindahan bundel pipa exchanger.

Pipa Pompa Dan Turbin

Pipa suction atau pipa yg mengalirkan aliran disebut juga pipa hisap harus diatur sedemikian rupa guna mencegah penurunan tekanan dan kantung uap yg dapat pula menimbulkan kavitasi pada impeler. Apabila perubahan ukuran diperlukan untuk mempercepat atau memperlambat aliran, maka reduser eksentris harus dipakai bilaman kantung tanpa vent tak dapat dihindari. Pemasangan pipa pada pompa dan turbin harus diatur sedemikian rupa, sehingga mudah untuk perawatan dan perbaikan. Hal ini penting untuk mencegah pembongkaran besar yg tak perlu pada pemeliharaan dan perbaikan pipa. Saringan permanen dan sementara harus disediakan pada inlet pompa dan turbin. Sedangkan untuk aliran panas dan dingin harus diperhatikan fleksibilitasnya, begitu pula kedudukan-kedudukan penyangga haruslah baik dan dapat mengatasi getaran-getaran yg diakibatkan motor pipa serta aliran.

Pipa Kompresor

Pemasangan pipa pada kompresor harus diatur perbaikan dan pemeliharaannya. Sambungan pipa dengan menggunakan flanges lebih diutamakan demi memperlancar jalannya perbaikan dan pemeliharaan. Pipa hisap (suction) dan buang (discharge) harus benar-benar diperhatikan fleksibilitasnya, terutama untuk temperatur rendah atau tinggi atau tekanan tinggi. Masalah getaran termasuk bagian terpenting pada pipa kompresor ini, akibat adanya beban dinamis yg berhubungan dengan kompresor ini. Karena itu masalah penyangga, guide dan anchor juga harus menjadi perhatianbagian perencana teknik.

Pipa Utilitas

Pemasangan pipa utilitas ini harus benar-benar direncanakan sehingga kebutuhan utilitas di proyek dapat terjangkau penggunaanya. Pipa utilitas seperti apa yg lain haruslah direncanakan beroperasi pada temperatur dan tekanan berapa. Perencanaan sub header haruslah dapat memenuhi daerah equipment proses atau kelompok peralatan lainnya yg memerlukan jalur utilitas. Sambungan cabang haruslah dibuat dari atas header. Apabila aliran utilitas berupa uap jangan lupa membuat kantung kantung uap pada setiap daerah titik terendah dimana aliran akan mendaki dan diperhitungkan tidak boleh lebih dari 40% tekanannya dalam jarak yg dihitung dalam feet.